The
Last Samurai dalam Perspektif Prilaku Keorganisasian...
The Last Samurai
adalah satu film dengan peran gabungan atara orang Jepang dengan
pemeran dari dunia Barat. Film dengan kolaborasi peran ini memang
sangat menarik. Ketika Jepang sedang gencar membangun dan terbuka
terhadap dunia luar (perkembangan dan kemajuan yang ditawarkan dari
Barat), terjadi semacam pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok
yang masih memegang teguh ajaran dan tradisi kuno Jepang. Film ini
menggabungkan dua kebudayaan yang berbeda antara dunia Barat dengan
dunia Timur yang diwakili oleh Jepang. Kerja sama yang dijalin antara
pemerintah Jepang dengan dunia Barat membawa perubahan dan
perkembangan yang pesat dalam bidang transportasi dan juga peralatan
perang. Kerja sama ini membawa perubahan dalam pola pikir yang
membawa orang Jepang terpecah dan terlibat dalam perang antara sesama
orang Jepang.
Situasi perpecahan
ini memang membawa satu kesadaran baru dalam diri orang Jepang yang
terwakili oleh sikap Kaisar yang membatalkan semua ikatan kerja sama
dengan dunia Barat. Kaisar akhirnya sadar bahwa apa yang dilakukan
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat malah membawa kerugian bagi
masyarakat. Konsep budaya yang berbeda antara dunia Barat dan dunia
Timur berpengaruh juga terhadap setiap kebijakan yang dilakukan dalam
satu negara. Ketika negara tidak lagi memperhitungkan keberbedaan
budaya, maka akan muncul satu kesenjangan antara tujuan yang mau
dicapai dengan kenyataan yang terjadi. Hal ini terlihat jelas dengan
adanya perang saudara yang terjadi antara pemerintah dan kelompok
yang disebut sebagai pemberontak. Kelompok pemberontak ini sebenarnya
adalah kelompok yang masih tetap mempertahankan keaslian yang
dimiliki oleh orang Jepang dan diturunkan dari nenek moyang mereka.
Kebiasaan seperti inilah yang melekat dalam diri kelompok yang
disebut sebagai kelompok pemberontak. Tetapi perjuangan mereka
akhirnya membuahkan hasil walaupun harus menuntut korban. Banyak
orang yang meninggal dalam perang yang tidak seimbang tersebut.
Kesetiaan dan ketaatan terhadap pesan dan tradisi nenek moyang,
membuat mereka secara ksatria dan berani mati di medan perang demi
mempertahankan keyakinan mereka. Film ini mau menggambarkan
keberagamam kultur yang dimiliki oleh masing-masing negara dengan
ciri khas masing-masing yang jika dihadapkan dengan kultur atau
budaya dari bangsa lain maka akan ada benturan di sana. Orang Jepang
misalnya, akan merasa malu jika ia mengalami kekalahan dalam perang.
Mati dalam perang dianggap sebagai suatu kebanggaan, dan kekalahan
akan membawa rasa malu yang berujung pada membunuh diri sendiri.
Dalam Film ini, terlihat perbedaan pandangan mengenai kekalahan itu.
Ketika pemimpin pemrontakan itu sudah mengalami kekalahan, yang dia
lakukan adalah membunuh diri sendiri. Berbeda dengan kolonel yang
berasal dari Barat yang tetapi optimis dan tidak merasa malu walaupun
dia kalah dalam perang. Perbedaan lain muncul dalam cara menghargai
seseorang atau sesama. Budaya Timur sangat menghargai sesamanya
dengan membungkuk ketika berpapasan atau hendak menyapa sesama.
Contoh lain seperti melepaskan sepatu ketika masuk dalam rumah. Semua
kebiasaan seperti ini berbeda antara satu negara dengan negara yang
lainnya.
Menurut Hofstede,
sebuah bangsa memiliki budaya. Hofstede
sendiri
telah mengklaim telah sukses menyingkap rahasia kebudayaan bangsa
tersebut dalam lima dimensi yang dapat digambarkan secara hirarki.
Pada tahun 1994, ia juga mengklaim skala penerimaan dari notasinya
mengenai kebudayaan bangsa yang disebutnya sebagai perubahan
paradigma yang nyata telah terjadi. Hofstede dalam penelitiannya
mengelompokkan masyarakat yang satu dengan masyarakat lain yang
kemudian dibedakan budayanya dari berbagai aspek termasuk budaya
toleransi kekuasaan atau (power
distance).
Budaya akan dapat mempengaruhi persepsi karir seseorang meskipun pada
tingkat analisis individual. Dari tingkat analisis individual, budaya
pada umumnya akan mempengaruhi anggota organisasi termasuk
mempengaruhi gaya kepemimpinan atau leadership
style.
Ada lima dimensi
dari nilai kultur yang ada dalam satu masyarakat menurut Hofstede
yaitu:
Jarak
kekuasaan: tingkatan di mana individu dalam satu masyarakat atau
negara setuju bahwa kekuasaan dalam institusi dan organisasi
didistribusikan secara tidak sama. Peringkat yang tinggi atas jarak
kekuasaan berarti bahwa ketidaksamaan kekuatan dan kekayaan yang
besar ada dan ditoleransi dalam kultur tersebut.
Individualisme
versus kolektivisme: individualisme adalah tingkatan di mana
individu lebih suka bertindak sebagai individu dari pada sebagai
anggota dalam satu kelompok. Sedangkan kolektivisme menekankan
kerangka sosial yang kuat di mana individu mengharap individu lain
dalam kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.
Maskulinitas
versus femininitas: tingkatan di mana kultur lebih menyukai peran
maskulini tradisional seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian
versus kultur yang memandang pria dan wanita memiliki kedudukan yang
sejajar.
Penghindaran
ketidakpastian: tingkat dimana individu dalam satu negara lebih
memilih situasi yang terstruktur dibandingkan situasi tidak
terstruktur.
Orientasi
jangka panjang versus orientasi jangka pendek: berfokus pada tingkat
ketaatan jangka panjang masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional.
Individu dalam kultur organisasi dengan orientasi jangka panjang
melihat ke masa depan dan menghargai penghematan, ketekunan dan
tradisi.
Dari
kelima dimensi yang ditawarkan oleh Hofstede ini, kita bisa melihat
kebenarannya dalam film The Last Samurai. Dimensi yang pertama adalah
jarak
kekuasaan. Jarak
kekuasaan menurut Hofstede adalah tingkatan di mana individu dalam
satu masyarakat atau negara setuju bahwa kekuasaan dalam institusi
dan organisasi didistribusikan secara tidak sama. Jadi semacam ada
tingkatan kedudukan dalam satu masyarakat. Ketika ada jarak kekuasaan
yang dilegitimasi maka muncul golongan bawah dengan golongan atas,
dan masyarakat menerimanya tanpa satu resistensi yang berarti. Dalam
film ini sangat jelas terlihat bahwa budaya Jepang sangat menghargai
seorang kaisar. Ketika menghadap kaisar, orang harus bertindak sopan,
berkatutur kata yang sopan dan sikap tubuh yang sopan juga. Sebelum
berbicara harus membungkukan badan dan sesusah berbicara, tindakan
yang sama harus dilakukan lagi. Ketika hendak pulang, orang tidak
langsung membalikan badan dan pergi tetapi mundur beberapa langkah
baru bisa membalikan badan lalu pergi. Selain itu, ketaatan mereka
terhadap seorang kaisar sangat mutlak.
Dari
kata Samurai sendiri kita dapat melihat dan mengerti bahwa orang
Jepang sangat menghargai dan sangat taat pada Kaisar. Samurai yang
artinya melayani, menjadi kata kunci ketaatan mereka terhadap Kaisar.
Mereka hanya turut terhadap perintah kaisar. Ketik ada larang untuk
memotong pendek rambut, tidak membawa pedang masuk ke dalam ruang
pertemuan, adalah larangan dari Undang-Undang yang dibentuk
pemerintah. Masyarakat yang mempertahanan tradisi tidak setuju dengan
larangan tersebut dan mengatakan bahwa jika kaisar melarang maka
mereka akan menurutinya. Mereka hidup untuk melayani seorang kaisar,
dan ini adalah satu kebanggan batin tersendiri bagi mereka. Mereka
tunduk secara mutlak terhadap perintah Kaisar. Jarak kekuasaan yang
didefenisikan oleh Hofstede terbukti dari film ini. Realitas seperti
ini sama seperti apa yang ada dalam Hierachy
Culture yang
didasarkan pada teori birokrasi Weber
dan
nilai tradisi, konsistensi, kooperasi, dan penyesuaian. Model
hirarchy
lebih
fokus pada isu internal dibanding isu eksternal dan nilai kestabilan
dan kendali di atas fleksibilitas dan
pertimbangan.
Hal ini merupakan model "perintah dan kendali" yang
tradisional dalam organisasi, yang bekerja baik
jika
tujuannya adalah efisiensi dengan syarat lingkungan organisasinya
stabil dan sederhana. Atau hanya ada sedikit
perubahan
pelanggan, pilihan pelanggan, kompetisi, teknologi, dan lain lain.
Dimensi yang kedua
adalah individualisme
versus kolektivisme. Kolektivisme
menekankan kerangka sosial yang kuat di mana individu mengharap
individu lain dalam kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi
mereka. Aspek kolektivisme ini masih sangat kental terasa dalam
masyarakat Timur. Dari film ini kita bisa menyaksikan bagaimana
kehidupan masyarkat yang masih hidup berkelompok dengan rukun. Mereka
hidup dengan tenang dan saling membantu satu sama lainnya. Setiap
hari mereka melakukan segala sesuatu secara bersama-sama. Hal ini
menjadi sesuatu yang menarik bagi kolonel Amerika yang “tersesat”
masuk dan merasakan kehidupan bersama mereka. Dia begitu terkagum
dengan kebersamaan yang mereka bangun dalam kehidupan bersama mereka.
Tidak ada pihak yang berusaha untuk meneror sesama dan tidak ada yang
berusaha untuk saling menguasai. Semunya berjalan sesuai dengan hukum
alam yang berlaku. Bahkan dalam buku hariannya, sang kolonel tersebut
mengatakan bahwa di tempat inilah dia bisa menghirup udaha. Ungkapan
ini mau mengatakan bahwa ada satu nuansa baru yang membuatnya merasa
tenang dan jauh dari hiruk-pikuk dunianya yaitu dunia Barat. Sang
kolonel merasakan ada kebersamaan yang tidak ia rasakan selama ini.
Tempat di mana ada persaudaraan, saling membantu dengan tulus. Semua
ini menjadi ciri khas masyarakat yang masih tergolong dalam
masyarakat kolektivif. Berbeda dengan masyarakat yang individual,
yang mementingkan diri sendiri dan kurang atau bahkan tidak peduli
dengan orang lain di sekitarnya.
Dimensi ketiga
adalah Maskulinitas
versus femininitas:
tingkatan di mana kultur lebih menyukai peran maskulin tradisional
seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian versus kultur yang
memandang pria dan wanita memiliki kedudukan yang sejajar.
Maskulinitas ini memang menjadi ciri khas masyarakat Timur. Seorang
perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Seorang perempuan hanya
berperan sebagai pelayan bagi suaminya. Peran perempuan dalam film
ini memang sangat penting bagi sang kolonel. Sang kolonel dirawat
dengan penuh ketulusan walaupun dia telah membunuh suaminya. Inilah
kekuatan terbesar yang dimiliki kaum perempuan ketika mereka harus
memikul sendiri beban yang ada dalam hatinya. Kultur maskulinitas ini
memandang kaum laki-laki sebagai yang nomor satu. Pencapaian tujuan
hanya dapat dilakukan oleh kaum pria, kekuasaan hanya dimiliki oleh
kaum pria dan pengendalan atas hidup juga menjadi tugas seorang pria.
Peran wanita direduksi hanya sebatas urusan dapur. Dalam film ini,
peran perempuan ditonjolkan dengan sedikit memberikan penekanan pada
peran kaum perempuan. Dalam film ini, perempuan yang merawat sang
kolonel menjadi wakil dari sekian banyak kaum perempuan yang
disepelekan peran dan tugasnya. Tetapi bukan berarti mereka tidak
mempunyai andil apa-apa.
Dimensi keempat
adalah Penghindaran
ketidakpastian:
tingkat dimana individu dalam satu negara lebih memilih situasi yang
terstruktur dibandingkan situasi tidak terstruktur. Salah
satu dimensi dari Hofstede adalah mengenai bagaimana budaya nasional
berkaitan dengan ketidakpastian dan ambiguitas, kemudian bagaimana
mereka beradaptasi terhadap perubahan. Pada negara-negara yang
mempunyai uncertainty
avoidance
yang besar, cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan,
menghindari risiko dan mengandalkan peraturan formal dan juga
ritual.
Kepercayaan hanyalah diberikan kepada keluarga dan teman yang
terdekat. Akan sulit
bagi seorang negotiator dari luar untuk menjalin hubungan dan
memperoleh kepercayaan dari mereka. Pada negara dengan uncertainty
avoidance
yang rendah, atau memiliki toleransi yang lebih tinggi untuk
ketidakpastian, mereka cenderung lebih bisa menerima risiko, dapat
memecahkan masalah, memiliki struktur organisasi yang flat, dan
memilki toleransi terhadap ambiguitas. Bagi orang dari masyarakat
luar, akan lebih mudah untuk menjalin hubungan dan memperoleh
kepercayaan.
Dalam film ini kita
juga melihat penghindaran kepastian yang berhubungan dengan cara
menjunjung tinggi konformitas dan keamanan, mengandalkan peraturan
formal dan ritual. Kepercayaan hanya diberikan kepada teman dekat dan
keluarga. Orang Jepang dalam film ini sebenarnya belum siap menerima
adanya perubahan dalam negara sendiri. Pemikiran mereka masih tetapi
untuk mempertahankan tradisi dengan tidak terbuka terhadap perubahan.
Tetapi menarik bahwa mereka bisa percaya terhaap seorang asing yang
awalnya adalah musuh mereka sendiri. Inilah satu nilai penting yang
menjadi faktor penentu keberhasilan mereka dalam menyampaikan pesan
terakhir kepada kaisar. Dan justru kolonel asing (Nathan Algren)
tersebutlah yang menjadi orang yang bisa membawa pesan dan pedan
terakhir kepada kaisar. Ini membuktikan bahwa daya juang masyarakat
timur dengan masyarakat barat agar berbeda.
Dimensi yang kelima
adalah orientasi jangka
panjang versus orientasi jangka pendek:
berfokus pada tingkat ketaatan jangka panjang masyarakat terhadap
nilai-nilai tradisional. Individu dalam kultur organisasi dengan
orientasi jangka panjang melihat ke masa depan dan menghargai
penghematan, ketekunan dan tradisi. Orientasi jangka panjang menjadi
nyata dalam masyarakat Jepang yang sangat mempertahankan tradisi. Hal
ini nampak dari ucapan Katsumoto kepada Nathan bahwa “Kuil ini
dibangun oleh keluargaku seribu tahun yang lalu.” Warisan nenek
moyang sangat dihargai dan dipertahankan walaupun harus
mempertaruhkan nyawa. Keterikatan dengan warisan nenek moyang menjadi
satu ciri yang mencolok dalam masyarakat Timur. Samurai juga adalah
satu peninggalan dari leluhur yang perlu dilestarikan. Sistem perang
yang menggunakan alat-alat tradisional masih terus dipertahankan.
Semua ini tidak terlepas dari apa yang dipegang dan diyakini sebagai
sebuah kekayaan yang tidak begitu saja dibuang begitu saja.